Senin, 06 Mei 2013

NIKMAT SYUKUR ATAS KETERBATASAN

Bismillah...
Sungguh indah penampilan kala itu. 5 orang penari yang sejatinya memiliki ketidakmampuan dalam mendengar dan berbicara, bisa menggetarkan panggung itu... Yaa....para penari yang kulihat tampil pada Pagelaran Seni Islam (PSI) yang dilaksanakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) Unimed pada Senin, 06 Mei 2013 silam.

Pentas remang-remang itu berhasil diwarnai oleh kuningnya baju mereka yang melenggak lenggok memperagakan sebuah tarian. Indah dengan gemulainya tangan, anggukan kepala, dan hormatnya salam. 



Begitu piawai mengikuti seorang dalang yang berdiri tepat di barisan para penonton. Seorang dalang yang menjadi salah satu kunci sukses tarian mereka. Tentu saja! Mereka yang sejatinya tidak dapat mendengarkan dentuman musik yang begitu kuat merasuk telinga haruslah melihat dalang itu.



Lihatlah... Dalang itu hanyalah salah satu dari penonggak kesuksesan itu. Karena sejatinya semangat merekalah yang menjadikan mereka begitu besar dipanggung itu. Hanya syukur nikmat mereka kepada "dalang sebenarnya" -lah yang mengubah segala keterbatasan menjadi sebuah peluang untuk percaya diri berada ditengah-tengah para manusia sempurna.


Kala itu aku belajar bahwa kesempurnaan bukanlah segalanya. Banyak ku lihat orang sempurna yang tidak pandai menari seperti mereka. Bahkan untuk naik ke pentas dan berbicara sepatah kata saja takutnya bukan kepalang. Belum lagi hambatan-hambatan lain yang membuat orang-orang sempurna itu semakin kecil saja didunia ini.

Kesombongan akan kesempurnaan itu membuat kita seolah menjadi pemilik sejati raga ini. Ketidaksadaran atas segala pinjaman dari Allah yang sedang kita gunakan membuat syukur itu jauh dari hati. Begitu percaya dirinya kita memanfaatkan diri ini untuk sebuah hal yang mungkin sama sekali tidak bermanfaat. Belum lagi kelalaian kita dalam menjaganya. Begitu mudah terserang penyakit dan enggan untuk mengobatinya.

Begitu indah setiap suara yang kita dengar melalui telinga ini tidak pernah menjadi begitu berharga ketika yang didengar hanyalah musik-musik jahiliyah yang bahkan mengeraskan hati kita. Bukan malah mendengar murotal Qur'an yang dapat meneduhkan telinga dalam tenggernya.

Begitu cakap mulut ini dapat berbicara semua kata dengan seenaknya. Bahkan perkataan menyakitkan sering kita lontarkan dengan sikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Bukan malah membaca Al'Qur'an, melantunkan firmanNya yang kita lakukan.

Aaah.... begitu jahil diri ini mengingat segala kelalaian yang sudah dilakukan. Sayangnya waktu itu bukanlah barang dagangan yang bisa ditukar bahkan dikembalikan sesuka hati. Begitulah kata bijak memperingatkanku bahwa waktu itu adalah pedang. Ia bisa saja menyayatmu seketika.


Semoga kisah di atas membuat kita belajar banyak mengenai kesyukuran akan keterbatasan. Tidak lantas mengeluh karena hanya tertusuk duri. Semoga muhasabah menjadi senjata utama kita dalam memperbaiki diri, perbaiki hati, perbaiki iman.

Jadilah dalang bagi dirimu sendiri, dan unggulkan "Dalang hidupmu" dalam setiap perkara.


Thank you for you all that inspirate us.


Wassalam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasiiih.. ^__^